REPUBLIKA.CO.ID, Ann Spaulding lahir dan besar di Virginia Barat, AS. Ia
dan keluarganya penganut Kristen. Sementara ayahnya seorang Yahudi.
Sebagai penganut Kristen, Ann sangat aktif ke geraja. "Aku dibesarkan
dalam tradisi Kristen yang kuat, sehingga aku tidak pernah mengenal
Islam dan Muslim," kenangnya seperti dikutip Onislam.net, Senin (10/6).
Semasa
remaja, Anna gemar bermain flute. Kemampuan itu tidak terlepas dari
bakat musik yang diturunkan keluarganya. Selain bakat, hubungan antar
anggota keluarganya yang tidak harmonis, terutama pada ayah dan ibunya,
mendorongnya mencari pelampiasan melalui flute. "Aku tidak tahu
bagaimana hidup tanpa cinta. Aku coba mencari cinta itu dengan flute,"
kenang Ann.
Pada usia 18 tahun, Ann bergabung dengan angkatan
laut AS. Meski menjalani dinas kemiliteran, Ann tetap bermain flute.
Ketergantungannya pada flute kian menjadi ketika ia gagal membina rumah
tangga. Hanya flute pelipur lara baginya.
Selesai dinas
kemiliteran, Ann kembali aktif di gereja. Di sana, ia menjadi pribadi
yang berbeda. Ia mulai mengenakan pakaian serba tertutup. Selama itu, ia
mulai bertanya-tanya soal Tuhan. Setiap pertanyaan yang diajukan kepada
pastornya, ia tidak mendapatkan jawaban memuaskan.
Merasa butuh
jawaban itu, Ann coba mencarinya lewat ilmu pengetahuan. Selama masa
pencarian itu, ia bertemu dengan seorang Muslimah. Perempuan Muslim itu
memberikannya literatur tentang Islam. Ann pun mulai dekat dengannya.
"Jujur, ada rasa kagum. Aku merasa dia seorang yang jujur, ia tidak
hanya mengatakan dirinya Muslim, namun ia praktekkan ajaran Islam dengan
baik," kata dia.
Melalui literatur yang diberikan perempuan
Muslimah itu, Ann mempelajari Islam lebih dalam. Pada akhirnya, Ann
merasa Islam merupakan jawaban yang ia cari. Ann pun tak ragu
mengucapkan dua kalimat syahadat. Alhamdulillah.
Usai mengucapkan
syahadat, Ann mulai mencoba untuk mempraktekkan apa yang diyakininya.
Ia mulai mengenakan hijab, meski butuh pertimbangan panjang. Ia percaya,
niat mengenakan jilbab harus dari hati.
Selanjutnya, Ann mulai
menyadari bahwa belum semua masyarakat AS menerima Islam dan Muslim.
Berulang kali ia mendapat serangan Islamofobia. Namun, ia tabah
menjalani hal itu. Ia pun mulai mempromosikan Islam. Seorang anak
laki-laki yang dahulu sempat menyerangnya akhirnya memutuskan jadi
Muslim.
"Aku percaya, Allah bersamaku. Seberapapun serangan
Islamofobia yang menimpaku tidak akan membuatku sedih, aku justru
bahagia," kata dia.
Memasuki tahun kedua dan ketiga, Ann mulai
aktif dalam kegiatan di masjid. Ia mulai merasa nyaman berada di masjid.
"Aku seorang mualaf, tentu belumlah menjadi Muslim yang kaffah. Tapi
aku merasa tidak terbebani diri, karena Allah tidak akan meninggalkanku
untuk menjadi Muslim sempurna, Insya Allah," katanya.