Diantara banyaknya permasalahan akuntansi persediaan, yang cukup banyak ditanyakan adalah prosedur teknis penghitungan fisik persediaan (alias stock opname), dalam praktek kerja yang sesungguhnya. Untuk itu JAK merasa perlu menyajikanya via tulisan ini, mudah-mudahan ada manfaatnya.
Mengenai apa itu akuntansi persediaan (jurnalnya, penyajiannya dalam laporan keuangan, termasuk penentuan nilai persediaan dalam berbagai metode—LIFO, FIFO, Weighted-Average, Lower of Cost or Net Realized—yang esensinya adalah ‘cost-flow’, saya rasa sudah sangat sering dan banyak dibahas. JAK juga pernah bahas mengenai perbandingan sistim perpetual dan periodik (jurnal-per-jurnal, transaksi-per-transaksi) sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan sistim mana yang cocok diterapkan untuk suatu perusahaan.
Itu semua, mestinya, sudah lebih dari cukup—sudah dipelajari sejak di bangku kuliah—bahkan mungkin sejak di bangku sekolah (bagi mereka yang kebetulan berasal dari SMK jurusan akuntansi.). Jika belum cukup, silahkan baca PSAK atau IAS-nya.
Yang jarang dibahas (mungkin belum pernah ada yang bahas), adalah prosedur teknis penghitungan fisik barang persediaan—yang oleh publik dikenal dengan istilah “stock opname,” dalam tataran implementasi pekerjaan yang sesungguhnya. JAK tidak tahu persis mengapa hal ini jarangsekali dibahas. Entah karena dianggap tidak penting atau bagaiamana?
Tapi ya sudahlah, JAK bisa memaklumi; kalau sudah menyangkut teknis pekerjaan yang sesungguhnya, hanya mereka yang benar-benar terlibat langsung setiap harilah yang tahu—atau minimal pernah menjalaninya. Sayangnya, mereka (para praktisi) jarang memiliki waktu luang. Di sinilah JAK—daripada pengangguran dan kurang kerjaan—lebih baik difungsikan, membahas hal-hal yang (mungkin bagi sebagian orang) tidak terlalu penting.
Bagi JAK pribadi (yang bukan akuntan), menguasai prosedur teknis penghitungan fisik barang persediaan (stock opname) adalah sesuatu yang sangat vital.
Menguasai akuntansi persediaan tetapi tidak tahu caranya menangani proses penghitungan fisik persediaan yang sesungguhnya, sama saja bohong. Mengapa?
Yuk kita pindah ke paragraph selanjutnya…
Mengapa Penghitungan Fisik Barang Persediaan Bersifat Vital?
“Lho, untuk apa stock opname lagi, akuntansi persediaan kita sudah memakai sistim perpetual—setiap pergerakan barang persediaan sudah langsung tercatat koq,” kata pegawai accounting salah satu klien, ketika saya meminta physical count (stock opname) sebelum saya mulai menjadi konsultan mereka.Tentu saja, saya tidak menyalahkan pendapatnya. Hanya saja, dalam hati saya berpikir: “beginilah kalau teori ditelan mentah-mentah”. Ya. Masih hangat dalam ingataan saya ketika, di bangku sekolah, diajari tentang perbedaan sistim periodik dengan sistim perpetual. Saat itu (jika saya tak keliru), dikatakan bahwa:
“Pada sistim periodik, saldo akhir persediaan ditentukan dengan cara melakukan penghitungan fisik, dan harga pokok penjualan dihitung dengan rumus: persediaan awal + pembelian – saldo akhir. Sedangkan pada sistim perpetual tidak, karena setiap transaksi persediaan sudah tercatat, termasuk harga pokok penjualan—karena sudah diakui pada saat penjualan barang.”
Jangan salah, meskipun saya cuma tamatan SMEA, saya masih ingat dengan teori itu.
Dan, betul memang. Secara teoritis (di atas kertasnya), dengan sistim perpetual, mestinya setiap pergerakan barang sudah terekam dalam data transaksi—baik di kartu stock maupun di ledger persediaan (inventory ledger). Misalnya:
Ada pembelian bahan baku, dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Persediaan – Bahan baku/barang jadi
[Kredit]. Utang Dagang
Lalu, bahan baku dikeluarkan dari gudang (untuk diolah di produksi), dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Work in Process (WIP) – Bahan Baku
[Kredit]. Persediaan – Bahan Baku
Selanjutnya, WIP pindah ke barang jadi, di catat dengan jurnal:
[Debit]. Persediaan Barang Jadi (Finished Good)
[Kredit]. WIP – Bahan Baku
[Kredit]. WIP – Biaya Tenaga Kerja Langsung
Berikutnya, barang di pindahkan dari Warehouse A ke Warehouse B misalnya, dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Persediaan Barang Jadi – Warehouse B
[Kredit]. Persediaan Barang Jadi – Warehouse A
Atau, barang dikirimkan ke toko/counter/tempat konsinyasi (consignment), dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Persediaan – Dikonsinyasikan di Toko ABC
[Kredit]. Persediaan – Warehouse X
Suatu ketika, barang persediaan dipakai pribadi oleh Pak Anton (boss/eksekutif) misalnya, dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Piutang – Pak Anton
[Kredit]. Penjualan
[Debit]. Harga Pokok Penjualan
[Kredit]. Persediaan Barang Jadi
Barang dipakai di dalam perusahaan sendiri (dan tidak akan dijual lagi), dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Harga Pokok Penjualan
[Kredit]. Persediaan Barang Jadi
(Note: Tidak ada pengakuan penjualan. Jika dijadikan aset tetap, maka perlu pengakuan khusus untuk “perolehan aset yang dibuat sendiri”).
Barang dikirimkan ke pelanggan (laku terjual), dicatat:
[Debit]. Piutang Dagang
[Kredit]. Penjualan
[Debit]. Harga Pokok Penjualan
[Kredit]. Persediaan Barang Jadi
Barang kembali dari pelanggan (retur), dicatat:
[Debit]. Penjualan
[Kredit]. Piutang Dagang
[Debit]. Persediaan Barang Jadi
[Kredit]. Harga Pokok Penjualan
(Note: Menurut ketentuan IFRS, barang persediaan retur dinilai dan diakui sebesar nilai wajarnya/pasarnya).
Sehingga, apa yang diakatakan klien saya itu memang betul; di atas kertas, semua pergerakan barang persediaan sudah terekam, komplit, tak ada yang terlewatkan. Tetapi, ada tetapinya lho…
TETAPI, ada 4 kejadian (event)—menyangkut barang persediaan—yang lolos dari pencatatan (perekaman) sistim perpetual, yaitu:
1. Persediaan Scrap – Sisa-sisa bahan baku yang tidak bisa digunakan lagi, tetapi ada nilainya—entah itu didaur ulang atau dijual kepada pihak lain. Jika suatu saat nanti anda pernah menangani perusahaan jewelry (perhiasan, khususnya emas dan perak), anda akan tahu bahwa nilai scrap di wilayah ini sangat material. Darimana bisa tahu berapa ada scrap inventory jika tidak melakukan penghitungan fisik (ditimbang/diukur/dihitung)?
2. Persediaan Kedaluarsa (Obsolete Inventory) – Khususnya di perusahaan-perusahaan pengolahan makanan/minuman—termasuk di distributor dan penecer, potensi nilai persediaan barang kedualuarsa (obsolete) sangat tinggi. Obsolete inventory tidak bisa diketahui hanya dengan melihat data perpetual—perlu melakukan penghitungan fisik (physical count) untuk mengetahui angka pastinya.
3. Persediaan Rusak Dalam Penyimpanan (Damaged/Broken Inventory) – Khususnya barang-barang yang bersifat tidak ‘fast-moving’ (butuh waktu lama untuk habis terjual), komungkinannya rusak dalam penyimpanan (apalagi yang memiliki karakter fisik khusus: tidak tahan lembab, tidak tahan suhu dingin, dll), tergolong tinggi. Sebagus-bagusnya gudang penyimpanan, yang namanya barang rusak tidak bisa dihindari. Barang rusak dalam penyimpanan tidak terekam dalam catatan sistim perpetual—sampai dilakukan penghitungan fisik (stock opname).
4. Persediaan Tercuri (Stolen Inventory) – Kalau pengurangannya tercatat, ya namanya bukan barang tercuri. Dengan kata lain, persediaan tercuri juga tidak bisa diketahui hanya dengan melihat kartu stock dan catatan dari sistim perpetual. Jika ada yang berpikir bahwa potensi barang hilang digudang adalah kecil, coba bayangkan persediaan jewelry yang terbuat dari precious metals/stones (emas, perak, berlian, mutiara)—fisik barangnya kecil tetapi nilainya tinggi, sangat rentan terhadap pencurian/penggelapan.
Keempat kejadian itu, TIDAK bisa diketahui hanya dengan melihat catatan perpetual saja. Sehingga:
Perusahaan yang menggunakan sistim perpetual-pun MASIH HARUS melakukan penghitungan fisik (physical count/stock opname)—untuk memastikan bahwa: saldo persediaan di buku sama dengan fisik persediaan yang sesungguhnya, dengan nilai yang benar dan akurat.
Rasanya saya sudah tidak perlu lagi menjelaskan (atau memberi alasan) lagi mengenai betapa vitalnya penghitungan fisik persediaan, dalam proses akuntansi persediaan. Tinggal bagaimana caranya menangani proses penghitungan fisik barang persediaan (stock opname) saja. Tetapi sebelum itu, mungkin ada yang berpikir:
“Saya kan orang accounting, untuk apa pusing-pusing mikirin urusan stock opname, bukankah itu tugasnya orang gudang/warehouse?”
Yuk kita pindah ke paragraph selanjutnya…
Mengapa Akuntan (Pegawai Accounting Umumnya) Wajib Bisa Menangani Penghitungan Fisik Persediaan?
Bahwa yang bertanggungjawab atas kehilangan barang persediaan adalah warehouse manager dan anggota teamnya, IYA. Bahwa yang bertanggungjawab atas kerusakan barang adalah orang gudang, IYA. Bahwa yang bertanggungjawab atas selisih antara ‘kartu stock/buku persediaan’ dengan ‘kenyataan fisik persediaan’ adalah orang gudang, IYA.Tetapi, ORANG ACCOUNTING bertanggungjawab atas AKURASI LAPORAN KEUANGAN, yang di dalamnya termasuk:
- Harga Pokok Penjualan (dalam Laporan Laba Rugi) yang di dalamnya termasuk penggunaan persediaan; dan
- Saldo akhir “Persediaan” di Neraca (Laporan Posisi Keuangan).
Pertanyaan selanjutya: Kapan penghitungan fisik (stock opname) dilakukan?
Kita pindah ke paragraph selanjutnya…
Kapan Penghitungan Fisik Persediaan Dilakukan?
Tidak ada ketentuan pasti mengenai kapan penghitungan fisik harus dilakukan. Secara teori, penghitungan fisik dilakukan di akhir periode pelaporan (setahun sekali). Pada tataran implementasi, semakin sering penghitungan fisik dilakukan semakin bagus. Mengapa?Penghitungan fisik persediaan (inventory physical count) memiliki 2 (dua) tujuan strategis:
- Dari aspek akuntansi keuangan, penghitungan fisik persediaan dilakukan untuk menjamin keakuratan isi laporan keuangan—sehingga nilai aset (khususnya persediaan) tercermin di dalam Neraca. Untuk maksud ini, betul, penghitungan fisik hanya perlu dilakukan setiap akhir tahun buku.
- Dari aspek akuntansi manajemen, penghitungan fisik persediaan dilakukan untuk tujuan pengendalian cost dan biaya (cost control)—agar cost terkait dengan persediaan teralokasi dengan benar, sehingga harga jual per unit barang bisa dihitung secara akurat. Untuk maksud ini, jika penghitungan fisik hanya dilakukan di akhir tahun buku, maka manajemen tidak memiliki kesempatan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan—karena bagaimanapun juga sudah terjadi.
Itu sebabnya, dari sisi perusahaan, makin sering dilakukan penghitungan fisik makin bagus. Tentu harus mempertimbangkan ‘cost and benefit’-nya—bagaimanapun juga, penghitungan fisik mengkonsumsi waktu dan tenaga.
Saya pribadi melakukan penghitungan fisik setiap bulan (menjelang tutup buku bulanan), dengan maksud agar manajemen bisa melihat kondisi barang persediaan yang sesungguhnya setiap bulan—termasuk menganalisa variance yang timbul di wilayah ini (karena saya menerapkan standard dan target costing).
Sekalilagi. Untuk tujuan pelaporan keuangan, penghitungan fisik persediaan cukup dilakukan saat menjelang tutup buku tahunan. Sedangkan untuk maksud cost control, penghitungan fisik perlu dilakukan minimal sekali dalam sebulan.
Pertanyaan terakhir (yang paling sering diajukan) sehubungan dengan penghitungan fisik persediaan: bagaimana prosedur penghitungan fisik dijalankan, dalam implementasi pekerjaan yang sesungguhnya?
Silahkan pindah ke paragraph selanjutnya….
Prosedur Penghitungan Fisik Persediaan (Inventory Physical Count)
Di bagian terakhir ini, saya akan bahas prosedur teknis penghitungan fisik persediaan, selangkah-demi-selangkah, dari persiapan hingga rampung.Untuk menghitung jumlah fisik persediaan kartu perdana dan voucher pulsa di sebuah counter HP, tentu yang diperlukan hanya diri sendiri. Proses penghitungannyapun tidak perlu rumit. Tinggal hitung: satu, dua, tiga, empat, dst.
Sekarang bayangkan, anda seorang chief accountant, sedang berdiri di pintu gudang barang persediaan berukuran 5000 meter persegi, dengan jenis item barang persediaan ratusan ribu—yang tumpukan raknya hingga setingga 10 meter. Apa yang akan anda lakukan untuk penghitungan fisik?
Bukan pekerjaan yang mudah. Seorang auditor biasanya hanya melakukan random count (penghitungan acak) sekedar untuk menguji. Tetapi akuntan di dalam perusahaan, harus melakukan full-count, hitung satu-per-satu, tanpa boleh ada yang terlewatkan. Untuk itu dibutuhkan persiapan yang tidak main-main. Prosesnya (dari persiapan hingga selesai) bisa memakan waktu semingguan penuh (tentu tergantung volume persediaannya).
Yang jelas anda tidak bisa lakukan sendiri. Yang anda butuhkan adalah TEAM. Berikut adalah komposisi TEAM yang akan anda libatkan dalam proses penghitungan fisik persediaan (beserta rincian tugasnya):
1. Team PENGHITUNG – Terdiri dari beberapa orang yang akan melakukan penghitungan fisik persediaan (tergantung seberapa besar volume persediaan dan seberapa luas ukuran gudang dimana penghitungan dilakukan). Team ini dikepalai oleh sorang koordinator (sebut saja supervisor) yang akan mengkoordinasikan proses penghitungan fisik. Tugas utama team ini adalah melakukan penghitungan dan memasang tag/sticker pada barang yang telah dihitung dan menyerahkan copy tag/sticker ke team TAG.
2. Team TAG/STICKER – terdiri dari beberapa orang yang khusus menangani TAG atau sticker. Dengan dikoordinasikan oleh seorang supervisor, team ini bertanggungjawab untuk mendistribusikan tag/sticker yang akan digunakan dalam penghitungan fisik. Setiap tag dikeluarkan/diserahkan kepada anggota team penghitung, dicatat pada spreadsheet. Dengan kata lain, setiap tag yang dikeluarkan sudah dialokasikan untuk ditempelkan di rak/block rak yang pasti. Berikutnya, team ini bertanggungjawab untuk memastikan tag kembali dalam jumlah yang sama seperti pada saat dikeluarkan. Saat tag masuk kembali, mereka isi tick mark di spreadsheet. Jika sudah benar maka tag diserahkan ke Team Input Data
3. Team INPUT DATA – Team ini terbagi lagi menjadi 2 kelompok orang:
- Kelompok pertama, bertugas menjumlahkan quantity barang di atas tag (yang kembali dari Team penghitung dan tag). Disamping itu, kelompok pertama ini juga bertugas membandingkan antara kode barang yang ada di spreadsheet dengan kode barang yang ada di atas masing-masing tag. Setelah quantity dijumlah dengan benar, tag diserahkan ke kelompok kedua.
- Kelompok kedua, terdiri dari beberapa orang data entry yang bertugas memasukan angka-angka quantity yang ada di atas tag kembali, ke dalam komputer (spreadsheet). Jika tag kembali bertahap, maka petugas data entry memasukan data secara bertahap juga. Setiap kelompok tag yang kembali datanya dimasukan ke dalam komputer (spreadsheet). Kelompok tag yang datanya telah dimasukan di stempel dengan tanda “telah diinput”, tagnya diikat menjadi satu untuk disimpan di tempat terpisah. Setelah semua kelompok tag angkanya dimasukan, maka data input (yang di spreadsheet) disort per kode barang, lalu di sub-total. Selanjutnya mereka membandingkan antara data persediaan yang ada spreadsheet asli dengan spreadsheet hasil penghitungan fisik. Jika ada perbedaan, mereka perlu memberi tahu team penghitung, untuk dilakukan penghitungan ulang—entah sebagian atau keseluruhan.
Bagimana prosedur langkah-langkah penghitungannya?
Langkah-langkah pelaksanaan penghitungan fisik saya bagi menjadi 3 fase—dengan jadwal waktu yang berbeda.
FASE-1. PERSIAPAN TAHAP I (Waktu: seminggu menjelang proses penghitungan) – Berikut adalah langkah-langkah persiapannya:
Langkah-1. Pesan TAG (kartu juga boleh) yang sudah ada nomor serinya, sejumlah jenis barang persediaan (=jumlah kode barang). Tentu TAG harus ada ruang yang cukup untuk menulis code barang, quantity, keterangan (note) dan paraf penghitung.
Langkah-2. Jika buku persediaan ada dalam suatu sistem (software), review data barang persediaan. Cari barang yang tanpa kode, beri keterangan “PERLU KODE” pada field keterangan. Lalu printout. Di atas kertas printout beri stabile dengan warna mencolok. Serahkan printout tersebut ke Warehouse Manager (Kepala Gudang), minta agar barang yang ada tanda “PERLU KODE” diisi kode secepatnya.
Langkah-3. Minta orang gudang menata barang persediaan agar dipack dan ditempatkan di rak sesuai jenis dan urutan kodenya. Satu jenis barang di bungkus atau di tempatkan di satu rak, dengan label kode barang, warna, ukuran, dan jumlahnya masing-masing—sesuai dengan versi mereka.
Langkah-4. Siapkan sticker yang berisi tulisan “JANGAN DIHITUNG” untuk nanti di tempelkan di barang yang tidak diikutsertakan dalam penghitungan fisik. Barang-barang yang tidak diikutsertakan dalam penghitungan fisik, yaitu:
- Barang persediaan yang nilainya sudah dihapus (written off)
- Barang petsediaan titipan dari pelanggan (atau consignment pihak lain)
- Barang persediaan yang masuk selama proses stock opname
- Barang/peralatan/tempat penyimpanan barang
- Peralatan kerja
- Barang supplies kantor
FASE-2. PERSIAPAN TAHAP II (Waktu: sehari menjelang stock opname dilaksanakan) – Berikut adalah langkah-langkahnya:
Langkah-1. Beritahu semua team bahwa stock opname akan dilakukan keesokan harinya. Jika ada Internal Auditor, undang juga mereka untuk ikut menyaksikan proses stock opname (meskipun mereka tidak harus ada).
Langkah-2. Beritahu Warehouse Manager agar barang masuk (diterima) mulai besok pagi-pagi harus dipisahka dan diberi sticker “JANGAN DIHITUNG”.
Langkah-3. Beritahukan Warehouse Manager (cc: Marketing Manager) bahwa pengiriman barang (pengeluaran barang dari gudang), TIDAK DIBOLEHKAN selama proses penghitungan berlangsung, dimulai sejak besok pagi-pagi.
Langkah-4. Beritahu Warehouse Manager menginput semua transkasi persediaan per hari ini ke dalam sistem—tanpa ada yang ketinggalan, karena anda akan printout data persediaan di akhir jam kerja hari ini. Untuk transkasi yang diinput di accounting, staff gudang harus serahkan bukti transaksinya paling lambat pukul 4 sore hari ini. Setelah itu, komputer gudang akan diisolasi/disegel.
Langkah-5. Berithau Warehouse Manager bahwa transaksi persediaan hanya boleh dilakukan paling lambat pukul 5 sore.
FASE-3. PENGHITUNGAN FISIK/STOCK OPNAME (Waktu: Pagi hari saat stock opname dimulai) – Berikut adalah langkah-langkahnya:
Langkah-1. Pagi hari menjelang penghitungan fisik persediaan. Periksa dan pastikan semua transaksi persediaan kemarin sudah masuk ke sistem. Jika ada yang ketinggalan, masukan segera. Setelah yakin semua transaksi kemarin sudah masuk ke sistem, selanjutnya download data persediaan yang telah diupdate, konversikan ke format Excel, disimpan dengan nama “Cycle Count Spreadsheet 29 Desember 2012”. Email file cycle count spreadsheet ke supervisor team data entry.
Langkah-2. Kumpulkan semua team penghitung untuk di briefing. Berikan instruksi penghitungan (satu orang anggota menghitung satu blok nomor rak tertentu, lihat tugas team penghitung di atas). Jika gudangnya cukup luas, mungkin perlu memberikan mereka peta gudang—agar mereka tahu di mana letak rak yang harus mereka hitung, masing-masing. Khusus untuk menghitung barang yang ada di rak bagian atas, pastinya perlu forklift, tugaskan orang-orang yang sudah berpengalaman melakukan itu.
Langkah-3. Ingatkan supervisor team penghitung agar dia mengawasi proses penghitungan dengan baik. Jika ada anggota teamnya yang sudah selesai menghitung barang yang ada di raknya, supervisor perlu menugaskan mereka untuk menghitung rak lainnya yang belum ada penghitungnya. Jika menemukan barang rusak/kedaluarsa, mereka harus menyisihkan barang tersebut untuk diletakkan di rak khusus dan tag-nya diisi tanda “RUSAK/KEDALUARSA”.
Langkah-4. Serahkan tag kepada coordinator team TAG. Selanjutnya coordinator ini membagikan tag kepada masing-masing anggota team penghitung—untuk diisi saat mereka melakukan penghitungan fisik. Jika ada anggota team penghitung yang kehabisan tag, team tag harus segera memberikan tag tambahan yang diperlukan. Tugas team tag lainnya adalah memastikan tidak ada tag yang hilang. Jika sampai hilang, mereka harus telusuri dan cari tahu penyebabnya.
Langkah-5. Untuk setiap blok rak yang selesai dihitung, petugas penghitung mengembalikan tag yang telah diisi data penghitungan fisik kepada team tag. Team tag mencocokan tag kembali tersebut dengan daftar tag yang didistribusikan di awal proses. Jika sudah di sesuai, tag diserahkan ke team data entry. Jika ada perbedaan, maka harus didiskusikan dengan supervisor team penghitung, untuk dicari tahu apa penyebabnya. Jika ada tag kembali bertanda “RUSAK/KEDALUARSA”, maka tanda itu diberi stabile agar team data entry langsung lihat.
Langkah-6. kelompok pertama team data entry menjumlahkan setiap angka yang ada di tag (yang diterima dari team tag), sehingga tiap satu tag berisi hanya satu angka total quantity dengan satu kode barang. Kelompok kedua team data entry memasukan angka yang ada di masing-masing tag ke dalam komputer (spreadsheet). Tag yang ada tanda “rusak/kedaluarsa” di isi keterangan yang sama saat melakukan input ke dalam komputer. Setelah semua tag kembali dan selesai diinput ke dalam komputer, maka team data entry melakukan sorting (pengurutan/indeksasi) data spreadsheet per kode barang, hasilnya dibandingkan dengan data asli yang ada di system. Jika ada variance (perbedaan), maka harus dibicarakan dengan supervisor team penghitung—untuk dicari tahu apa penyebabnya, dimana selisih terjadi, apakah perlu dilakukan penghitungan ulang. Keterangan “rusak/kedaluarsa” juga dijadikan satu kelompok data.
Langkah-7. Di akhir proses akan terlihat apakah data persediaan di system SAMA dengan data hasil penghitungan fisik atau TIDAK. Jika setelah dilakukan penghitungan ulang variance masih tetap ada, itu artinya:
(a) ada barang hilang; atau
(b) data persediaan selama ini tidak akurat.
Dan tugas anda hanya sebatas menemukan perbedaan itu, tak lebih. Jika ada internal auditor yang ikut menyaksikan proses stock opname, minta pendapatnya, terutama sekali untuk variance (perbedaan) yang timbul, tetapi tidak bersifat wajib. (Note: biasanya, data variance itu akan ditindaklanjuti oleh internal auditor untuk investigasi lebih lanjut—tentunya setelah didiskusi dengan audit comitee jika ada atau langsung ke controller dan CFO).
Langkah-8. Data variance akhir (setelah dilakukan penghitungan ulang), barang rusak dan kedaluarsa, diserahkan ke Warehouse Manager, untuk ditandatangani—sebagai tanda persetujuan atas vaiance tersebut. Jika dia keberatan, maka dia bisa melakukan penghitungan sendiri—tentunya dengan disaksikan oleh internal auditor.
Langkah-9. Serahkan semua data stock opname ke atasan—entah itu dia seorang controller atau direktur keuangan (CFO). Minta approval dan instruksi lebih lanjut mengenai apa yang harus dilakukan atas data variance, barang rusak dan barang kedaluarsa yang ditemukan.
Sampai di situ, prosedur penghitungan fisik telah selesai. Selanjutnya tinggal menunggu instruksi lebih lanjut mengenai variance, barang rusak dan barang kedaluarsa yang ditemukan selama proses tock opname—apakah dibuatkan inventory adjustment? Apakah barang rusak dan kedaluarsa di write-off? Atasan lah yang harus memutuskan hal itu. Tentu atasan pasti tahu bahwa dari aspek standar akuntansi, barang seperti itu harus di write-off. Hanya saja, anda tidak boleh melakukan itu tanpa persetujuan. Mengenai sangsi atas variance, barang rusak dan barang kedaluarsa, biasanya menjadi keputusan manajemen level atas—minimal diputuskan oleh controller atau CFO.