Social Icons

Pages

Minggu, 25 Agustus 2013

Haru... Isi Surat Beltaji untuk Putrinya Yang Syahid




REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Salah seorang pimpinan Ikhwanul Muslimin Mesir, Mohamed El Beltaji, tak menyangka putri satu-satunya akan secepat itu pergi meninggalkannya. Remaja putri yang manis dari lembah Sungai Nil, Asmaa Mohamed El Beltaji, kini telah tiada.

Dalam usianya yang masih 17 tahun, Asmaa telah menjemput gelar sebagai syahidah dalam tragedi berdarah di Rabea Al Adawiyah, Mesir, pada pertengahan Agustus lalu.

El Beltaji mengungkapkan perasaannya lewat sebuah surat. Berikut isi surat El Beltaji untuk buah hati tercintanya:
Putriku tercinta dan guru yang tak ternilai, Asma al-Beltaji. Saya tidak mengucapkan selamat tinggal kepadamu, saya katakan besok kita akan bertemu lagi.

Engkau telah hidup dengan kepala terangkat ke atas, melakukan pemberontakan melawan tirani dan belenggu dan mencintai kebebasan. Dengan diam, engkau telah hidup sebagai seorang pencari cakrawala baru untuk membangun kembali bangsa ini sehingga mereka mempunyai tempat yang layak di antara peradaban.

Engkau tidak pernah menyibukkan diri dengan apa yang orang-orang seusiamu sibuk melakukannya. Meskipun pendidikan tradisional gagal memenuhi aspirasi dan ketertarikanmu, engkau selalu menjadi yang terbaik di dalam kelas.

Saya tidak memiliki cukup waktu yang berharga dalam hidup yang singkat ini, terutama waktu-waktu yang dihabiskan bersamamu. Terakhir kali kita duduk bersama di kamp Rabaa al-Adawiyah, engkau mengatakan kepadaku: “Bahkan ketika ayah bersama kami, ayah sibuk”. Saya lalu katakan: “Tampaknya kehidupan ini tidak cukup untuk kita nikmati bersama. Jadi, saya meminta kepada Allah agar kita bisa menikmatinya di surga”.

Dua malam sebelum engkau dibunuh, saya melihatmu dalam mimpi mengenakan gaun pengantin putih dan engkau terlihat begitu anggun. Ketika engkau duduk di sampingku, aku bertanya: “Apakah ini malam pernikahanmu?”  Engkau menjawab: “Tidak bukan malam ini, tapi sore.” 
Ketika mereka bilang engkau dibunuh pada Rabu sore, aku mengerti apa yang engkau maksud dan aku tahu Allah telah menerima jiwamu sebagai syuhada. Engkau telah memperkuat keyakinanku bahwa kita berada di atas kebenaran dan musuh kita dalam kepalsuan.

Yang membuatku sakit adalah aku tidak bersamamu di saat terakhirmu dan aku tidak bisa melihat dan mencium dahimu untuk terakhir kalinya dan mendapat kehormatan melakukan sholat jenazah untukmu.  Bukan, bukan karena aku takut untuk hidup di penjara atau terbunuh, tetapi engkau harus tahu bahwa aku tidak di sana untuk menyelesaikan revolusi ini, untuk menang dan mencapai tujuannya.

Jiwamu telah diangkat dengan kepala terangkat tinggi melawan tiran. Peluru telah memukul dadamu. Ada tekad dan jiwa yang besar dalam dirimu. Aku percaya bahwa engkau setia pada janji Allah dan Dia pun setia kepada janji-Nya untukmu. Itulah mengapa bukan kami yang diberikan syahid ini, melainkan engkau.

Putriku dan guruku tercinta…
Saya tidak akan mengucapkan selamat tinggal kepadamu. Kita akan segera bertemu dengan Nabi kita tercinta dan para sahabatnya di tepi kolam Surga Kautsar dan itu adalah pertemuan dimana kita bisa memliki satu sama lain. 

Redaktur : Didi Purwadi

Sumber : www.arrahmah.com

Minggu, 04 Agustus 2013

PROFIL ASSASSIN'S CREED | ALTAÏR IBN LA'AHAD


Assassin’s Creed adalah game aksi petualangan yang dikembangkan oleh Ubisoft Montreal untuk 3 konsol: Playstation 3, Xbox 360 (keduanya tahun 2007) dan PC (2008). Assassin’s Creed mengambil setting Perang Salib di Yerusalem mulai abad ke-11 sampai abad ke-13. Pemain akan lebih banyak mengendalikan Altaïr Ibn-La'Ahad (1165-1257), seorang pembunuh profesional dari Syria sekaligus sang tokoh utama. Dalam Bahasa Arab “Altair” berarti burung elang, sedangkan “Ibn-La'Ahad” berarti anak tak bertuan atau anak kebebasan.

Kisah Assassin’s Creed dimulai dengan seorang bartender bernama Desmond Miles “diculik” oleh sebuah perusahaan bernama Abstergo Industries. Desmond diculik sebagai kelinci percobaan untuk menguji alat bernama “Animus.” Alat ini sanggup menstimulasi otak untuk mengingat kembali memori nenek moyang seseorang dari keturunannya. Abstergo ingin Desmond menggali ingatan leluhurnya yaitu Altaïr Ibn-La'Ahad.
Dalam penelitian itu Desmond diarahkan oleh Dr. Warren Vidic dan asistennya Lucy Stillman. Awalnya Desmond kesulitan menyesuaikan diri dengan Animus. Lucy menjelaskan bahwa Desmond perlu meningkatkan banyak memori untuk sinkronisasi sebelum mencapai ingatan apa yang sebenarnya dicari oleh pasukan salib.